Halaman

Jumat, 10 Februari 2012

Perjalanan

Perjalanan tak berujung akan bermula kembali disini sementara resah datang menghardik sementara hati serasa cabik-cabik diantara sosok bayang dibalik kabut sepotong ampak yang menggenggam rahasia…
Bidak ini kulangkah pada bidang putih aku terkejut dg bayang yang kau ciptakan sendiri sedang melangkah surut tak mungkin lagi rupanya telah kau pasang jerat-jerat bertali dan haruskah aku melangkah ketepi mengelak dari petak yang setujui bersama…

Aku tak berani melangkah kepetak lain sedang kau kukuh berdiri di seberang sana usaikanlah permainan kita hingga disini sedang keengganan masih juga berupa bencana…
Sepotong bulan… 
Rimbun dedaunan menyalakan harapan.. Entahh kapan kicauan burung bersenandung dan desah petualang terbanting ditelan kehidupan… 
 
Larut malam disebuah persinggahan betapa aku merasa tua dan kelelahan sebagai Adam tempo hari telanjang dan tersia-sia mencari mencari suaka dan pengampunan… 
Langkahkan lagi keraguan ini menjejaki sebuah sisik menuju gubukmu,Akankah sampai sebelum kalimat kekasihku… Menganyamkan kembali kisah tempo hari untuk bekal hidup nanti…Perkenankanlah aku…

Beribu kata bermuara dimulut semesta dan kita bernama manusia menjadi kaum yang tersingkir menuju tegak dimega singgasana, menyimpan suara yang masih menyiapkan gelombang besar untuk membasuh kakinya yang bersih dan kini kita sudahi malam panjang yang sepi…
Akupun hadir diantara mereka, sebagai duta segalanya yang telah tertata dalam dada detikpun bergulir teramat lamban, begitu menyiksa.. Aku bergenang diatas dusta nestapa perjamuan pun usai dengan suatu penghianatan…

 Ku ucapkan selamat pagi pada alam, dan alam pun merendah berbisik, sekawanan burung yang terbang keselatan berpapasan angin yang melaju ke utara, Mereka ingin bangunkan masing-masing sarangnya yang diterak angin dan angin telah mengoyak-oyak ingin membasuh muka dengan linangan embun di daun-daun…

Tapi kabut tiba-tiba merendah kembali suara mereka riuh seperti suara rahib, keramaian stasiun, lalu lalang orang di jalanan kemudian membentuk kkor yang mengasyikkan, tubuhku kaku kedinginaan dan aku berseru pada mu wahai kekasihku yang angkuh sumber kenikmatan sgala zaman suaramu pun akan semakin parau…

Lagu angin semakin mendesau, akan mematuk kedua biji mataku dan mengoyak seluruh sanubariku sedang aku telah lama mengurung diri disini, dengan sepucuk senapan dan selembar sayap malaikat dibawah sang mentari pudar dan mega menyerpih suara mereka yang semakin mendekat sedang suaramu semakin menjauh, kubasuhwajah ini denagan air duka sang bunga mawar…


Tidak ada komentar: